Kategori
Saran Start-Up

Perlukah Pengemudi Transpotasi Online Jadi Karyawan Tetap?

Belum banyak yang mengetahui bahwa pada pertengahan Maret 2021 sekitar 70.000 pengemudi taksi asal Inggris, yang sebelumnya bermitra, akan menjadi karyawan tetap Uber Technologies. Mereka akan menerima tunjangan, upah minimum, gaji dan dana pensiun. Dengan kebijakan baru ini, menurut Uber, pengemudi akan dapat merencanakan masa depan mereka. Kepala Eksekutif Uber Dara Khosrowshashi mengatakan, cara kerja platform ini kemungkinan besar berbeda di sejumlah negara (www.france24.com).

Sebelumnya, Januari 2021 di AS, pengemudi dan pengirim makanan di layanan aplikasi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Negara Bagian California. Mereka menyerukan untuk menggagalkan UU Ketenagakerjaan dan didukung oleh penyedia layanan sesuai permintaan, termasuk Uber dan Lyft (www.cnbcindonesia.com). Merujuk seruan tersebut, pengemudi akan tetap menjadi kontraktor independen, namun perusahaan yang mendukungnya harus memberikan manfaat, antara lain, upah minimum, iuran kesehatan dan asuransi.

Sementara, Spanyol juga memutuskan menerima pengemudi yang bekerja di pengiriman makanan, seperti Deliveroo dan Uber Eats, untuk dibayar sebagai staf. Ini mengikuti keluhan atas kondisi kerja pengirim makanan (www.kompas.com)

Di Indonesia, pertanyaan utama mengenai kesejahteraan pengemudi taksi online: ketika menjadi mitra, mengapa kondisi mereka tidak sejajar dengan karyawan lainnya? Gojek dan Grab dapat memanggil mitra pengemudi mereka dengan sebutan apa pun. Fakta di lapangan membuktikan bahwa perusahaan ride-hailing ini memiliki kendali yang besar atas pengemudi mereka.

Di Eropa, hubungan yang tidak setara ini melahirkan keputusan pengadilan: mitra pengemudi harus dipekerjakan seperti karyawan tetap, dan harus memiliki hak yang sama dengan karyawan lainnya. Bagaimana dengan di Indonesia? Ada dua catatan. 

Pertama, pemerintah sudah melakukan kajian dan masih mempertimbangkan perlunya perusahaan aplikasi untuk menunjuk mitra pengemudi sebagai karyawan. Kesimpulan dari dua kajian tersebut adalah pemerintah tidak dapat meminta perusahaan aplikasi untuk menunjuk mitra pengemudi sebagai pegawai, karena model bisnis yang mereka jalankan tidak seluruhnya di sektor transportasi.

Kedua, pegawai tetap vs jaminan sosial. Pengamat transportasi Indonesia menyatakan bahwa daripada sibuk berwacana menjadi pegawai atau tidak, mereka ingin pemerintah fokus untuk memastikan bahwa mitra pengemudi mendapatkan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan (id.techinasia.com)

Jika dilihat, semua elemen yang memuluskan gugatan terhadap Uber di Inggris juga bisa ditemukan di ekosistem ride hailing lokal. Langkah-langkah yang diambil Inggris dan Italia ini akan menjadi studi kasus yang menarik bagi regulator Indonesia, mengingat bisnis ride hailing di Indonesia sedang berkembang pesat, bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *